Saturday, February 26, 2011

PKS: Hukum bukan Alat Tawar-menawar

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta penegakan hukum harus dilakukan secara adil objektif, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Desakan agar PKS keluar dari koalisi ditanggapi dingin. PKS menegaskan baru akan menanggapi bila komentar dan desakan tentang koalisi datang dari SBY.

“Jangan sekali-sekali penegakan hukum digunakan sebagai alat tawar-menawar kepentingan, alat penekan, dan alat untuk mengamankan pihak tertentu,’’ tegas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, seusai menutup musyawarah kerja nasional PKS di Yogyakarta, Sabtu (26/2). Pernyataan ini merujuk pada beragam kasus hukum yang dituding sebagai kartu tawar-menawar dan saling sandera politik.

Ditanya soal kekalahan voting penentuan usulan angket anti-mafia pajak, Luthfi berkomentar ringan. “Kami taat azas, fair, dan mengakui produk demokrasi. (Yaitu) yang salah satu role-nya adalah voting,’’ kata dia. Bagi PKS, ketika angket tak terwujud maka mereka akan menguatkan kinerja di panitia kerja (panja) yang sudah ada.

Luthfi membantah ada ‘sesuatu’ di balik kolaborasi PKS dengan Partai Golkar di balik usulan angket pajak tersebut. Menurut dia masing-masing partai memiliki pandangan sendiri soal kasus pajak. “(Tapi) PKS tak punya kepentingan apa-apa dengan (memilih bermitra dengan Golkar di isu) itu. PKS punya independensi sekalipun bermitra dengan siapa saja,’’ tepis dia.

Bagi PKS, tegas Luthfi, motivasi mendukung usulan angket tersebut adalah untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari pajak dan meminimalkan kebocoran. “Harapan kami negeri kita sejahtera, bisa dua kali lipat pemasukan pajak (dari yang tercatat sekarang jika tak bocor),’’ kata dia.

PKS berpendapat, ujar Luthfi, penanganan mafia pajak membutuhkan langkah extra ordinary. Tidak cukup bila hanya ditempuh secara konvensional melalui panja yang sudah ada. “Tapi pendapat langkah extra sudah kalah di voting, kami akan jalankan dan partisipasi aktif di instrumen yang ada,’’ ujar dia lugas.

Sehari sebelumnya, Jumat (25/2), Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dalam taujihnya mengatakan bahwa penerimaan pajak saat ini hanya setengah dari yang seharusnya bisa didapat. “(Saya mendapat informasi) dari ahlinya, potensi keuangan negara (dari pajak) hilang 50 persen. Jadi (penerimaan pajak) Rp 700 triliun itu hanya 50 persen,’’ kata dia.

Dengan nada satir, Hilmi pun menyebutkan bahwa dari yang 50 persen yang masuk kas negara itu pun sudah disiapkan 40 persen-nya hilang. Hilmi mengatakan godaan memang sangat besar jika konsistensi tak dijaga dengan baik.

Menurut Hilmi, setelah usulan angket anti-mafia pajak kalah di paripurna DPR, PKS menerima banyak karangan bunga. ‘’Dari masyarakat miskin kota, untuk konsistensi PKS membela mereka yang uangnya banyak dimanipulasi pajak,’’ ujar dia.

Koalisi

Luthfi menyatakan untuk kesekian kali bahwa PKS tidak khawatir bakal didepak dari koalisi partai pendukung Pemerintah. “PKS akan tetap ada di koalisi karena sudah menandatangani kontrak politik (permanen dengan SBY) dan tak akan mendahului apa yang sudah disepakati,’’ tegas dia.

Menurut Luthfi, kontrak khusus PKS dengan SBY ini masih berjalan dengan baik. Riak persoalan yang muncul belakangan ini, ujar dia, hanyalah persoalan teknis. ‘’Hanya beda teknis, bukan substansial,’’ tegas dia. Luthfi berpendapat masalah teknis akan selalu muncul. Namun hal itu harus disikapi sebagai tantangan untuk menata komunikasi lebih baik.

“Kontrak politik kami itu permanen sampai akhir masa jabatan SBY. Kami juga bukan partai yang tidak taat azas,’’ kata Luthfi sehari sebelumnya. Jika polemik yang mempersoalkan keberadaan PKS di koalisi adalah usulan angket anti-mafia pajak, Luthfi mengatakan justru yang mengajak PKS mendukung usulan itu adalah Partai Demokrat.

PKS bersedia ikut mengajukan usulan angket tersebut, ujar Luthfi, karena dinilai sejalan dengan kontrak politik yang sudah dibuat dengan SBY. “Yaitu menciptakan Pemerintahan yang bersih,’’ kata dia.

Namun ketika di ujung usulan angket PKS diminta menarik dukungan – juga – oleh Partai Demokrat, menurutnya hal ini sudah tak lagi sesuai dengan kontrak. ‘’Karena itu yang tetap kami ikuti adalah ajakan yang pertama yang sesuai dengan Pak SBY. Tapi (ajakan) mundur itu bukan (seperti kemauan) SBY,’’ tegas dia.

Tetapi, kata Luthfi, berperan dalam pembangunan bangsa dan kesejahteraan rakyat memang tidak harus selalu selalu dengan bergabung ke Pemerintahan. Setiap warga negara pun, ujar dia, bisa berperan dan bisa jadi melebihi kemampuan Pemerintah.

Menurut Luthfi berada di dalam Pemerintahan atau di luar Pemerintahan adalah pilihan ‘lapangan’ bekerja untuk rakyat. ‘’(Tapi) kami tak akan meminta (keluar dari koalisi) dan tak akan mendengar selain jika SBY yang bicara sendiri (mengeluarkan PKS dari koalisi),’’ tegas dia.

Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin mengamini bahwa komunikasi PKS dengan SBY berlangsung sangat intensif. Dan sampai saat ini tidak ada isyarat SBY akan mendepak PKS dari koalisi. ‘’Tidak ada. Komunikasi kami sangat intensif,’’ tegas dia, Rabu (24/2) malam.

Luthfi menambahkan, dia tak tahu apa motivasi dari desakan yang diarahkan ke partainya untuk mundur dari koalisi. “Kami tidak tahu (ada partai lain) terancam atau tidak (dengan keberadaan PKS). Yang jelas kami konsisten untuk (wujudkan) clean government,’’ ujar dia. PKS pun menegaskan tak akan terusik komentar-komentar yang ada saat ini. “(Karena) komentar itu tak datang dari SBY. Kalau SBY komentar baru (akan) diperhatikan seksama,’’ tegas dia.