Tuesday, March 1, 2011

Berilmu dan Menuntut Ilmu Itu Janganlah Ber-kacamata Kuda!

Bismillah,



Judul artikelnya mungkin sedikit sarkas (kasar), tapi ijinkan saya bercerita dahulu sebelum akhirnya anda tahu mengapa saya memilih kata-kata itu sebagai judul artikel.



Saudara-saudaraku, sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu, baik yang disebut ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Pada dasarnya Islam tidak membeda-bedakan ilmu dunia dan/atau ilmu akhirat, karena Islam adalah ajaran yg menyeluruh (terintegrasi) sehingga tidak ada perbedaan. Dikotomi pendidikan ini justru dibuat oleh manusia, yg pada akhirnya malah mengerdilkan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.



Seringkali kita merasa ilmu yg kita pelajari sudah mencukupi untuk berpendapat. Bahkan kita menjadi berani untuk ‘menghakimi’ sikap seseorang hanya berdasar ilmu yg kita miliki, padahal sebenarnya orang tersebut mempunyai juga dasar utk sikap/tindakan yg dia lakukan.



Contoh yg paling mudah adalah bersentuhan kulit dg lawan jenis bukan mahram. Saya yakin mayoritas kaum muslim Indonesia, terutama yg hanya tahu madzhab Syafi’i akan menganggap orang2 di Mekkah, yg sedang haji, lantas sering bersentuhan (secara tidak sengaja) sholatnya tidak sah karena aksi sentuh kulit tersebut. Mereka tidak tahu (atau untuk kasus lebih ekstrim, tidak mau memahami) pendapat lain yg ‘membolehkan’ sentuh kulit untuk kasus2 tertentu.



Kita bisa lihat juga untuk masalah sholat Jum’at dan hari Raya. Bagi yg tidak tahu bahwa BOLEH tidak sholat Jum’at, mereka akan menganggap dirinya lebih baik (takabur) dan menganggap orang yg tidak sholat Jum’at sebagai orang yg sesat.



Contoh lain adalah pendapat seorang ulama yg beranggapan bahwa bumi adalah pusat tata surya. Dia menggunakan dalil Qur’an sebagai pijakan pendapatnya. Padahal sudah jelas, secara ilmu pengetahuan dan teknologi, matahari-lah yg menjadi pusat tata surya.



Pengetahuan yg tidak memadai, cenderung menutup diri terhadap pendapat lain, serta keras kepala dan taklid buta menjadikan kaum muslim Indonesia seperti kuda yg diberi kacamata. Dia hanya mau melihat apa yg dia lihat, beranggapan hanya jalan/pendapat dia yg paling benar, tanpa mau melihat atau mau tahu pendapat lain.



Kondisi ini terkadang diperparah dengan sikap para ulama, yg karena tidak mau kehilangan pengikut/jama’ah, dia lantas menyalahkan pendapat ulama lain. Jika sudah demikian, maka bentrokan antar jama’ah bisa terjadi karena keyakinan mereka terhadap ulamanya masing-masing.



Pendapat ulama di atas, yg menganggap bumi sbg pusat tata surya memperlihatkan bahwa ybs tidaklah mampu menerjemahkan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Ybs terlalu membaca secara harfiah ayat2 Al Qur’an tanpa (maaf) berpikir panjang untuk mengetahui apa makna di balik ayat2 tersebut.



Dan ulama-ulama inilah yg membuat umat Islam ‘tidak mampu’ bersaing dg kelompok lain, terutama di bidang teknologi.



Semoga kita dicerahkan pikirannya, sehingga mau menerima pendapat/ilmu dari orang lain.