Saturday, March 5, 2011

Ternyata, Wanita Lebih Pemaaf Ketimbang Pria

MESKIPUN wanita didominasi oleh perasaan, ternyata untuk urusan memaafkan wanita tetap unggul dibanding pria.



Sebuah studi baru yang dilakukan University of the Basque Country (UPV/EHU) menunjukkan bahwa wanita lebih pemaaf ketimbang pria. Studi tersebut menyebutkan bahwa perbedaan emosional yang disebabkan karena jenis kelamin dan generasi turut memengaruhi soal memaafkan seseorang.



“Penelitian ini adalah yang pertama dilakukan di Spanyol. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua merasa lebih mudah untuk memaafkan daripada anak-anak mereka dan wanita pun lebih pemaaf dibandingkan pria,” seperti ditulis Times of India.



“Faktor yang menentukan dalam kapasitas memaafkan adalah empati. Wanita memiliki kapasitas empati ini jauh lebih besar daripada pria,” ujar Carmen Maganto, penulis penelitian dan seorang profesor tetap di Fakultas Psikologi UPV.



Untuk mengetahui lebih lanjur, peneliti pun melakukan pengukuran terhadap kadar memaafkan tersebut. Mereka mengukurnya berdasarkan faktor skala memaafkan dan faktor memfasilitasi. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alasan yang mendorong seseorang untuk memaafkan yakni berdasarkan usia dan jenis kelamin seseorang.



Anak-anak percaya bahwa memaafkan membutuhkan waktu sementara orangtua lebih mudah memaafkan dengan mengedepankan alasan penyesalan yang ditunjukkan orang tersebut serta keadilan hukum.



Penulis studi ini mengatakan bahwa orang tua yang telah memaafkan memiliki peningkatan kapasitas untuk memaafkan di segala bidang. Orangtua dan anak-anak menggunakan definisi yang sama dalam memaafkan. Tidak ada dendam, rekonsiliasi, dan pemahaman empati. Itulah istilah yang paling sering digunakan oleh kedua kelompok untuk mendefinisikan memaafkan.



Penelitian dilakukan dengan bekerja sama dengan 140 peserta (orangtua dan anak-anak) dimana menyoroti dua kondisi utama bagi seseorang untuk dimaafkan. Salah satu syaratnya adalah mereka harus menunjukkan penyesalan dan yang kedua adalah bagi mereka yang sempat tersinggung diharapkan tidak berujung pada dendam.





Para ahli mengatakan bahwa lingkungan keluarga memainkan peran penting dalam transmisi nilai-nilai etika yang berkaitan dengan urusan memaafkan tersebut.



“Hasilnya sangat menarik karena ada beberapa situasi dimana keluarga mengalami krisis dan tidak ada pendidikan dasar yang mengajarkan anak-anak soal etika memaafkan ini dan mereka umumnya mendapatkannya hanya dari sekolah,” ujar peneliti.



Penelitian ini pun kemudian membuka banyak pertanyaan baru yang meyakini hal-hal yang diperlukan untuk memelajari peran yang dimainkan dalam memaafkan seseorang yakni merawat sisi psikologis mereka terutama di kalangan korban pelecehan seksual, penganiayaan fisik dan psikologis, serta perselingkuhan pernikahan.